HUKUM HESS
A.
Tujuan
1.
Mengetahui
prinsip dari percobaan Hukum Hass
2.
Membuktikan
Hukum Hess pada perubahan entalphi hanya bergantung pada kedua suhu awal dan
keadaa akhir sistem dan tidak bergantung jalannya reaksi.
B.
Dasar Teori
Menurut
Kartimi, (2014: 17), perubahan suhu yang menyertai reaksi kimia menunjukan
adanya perubahan energi dalam bentuk kalor pada pereaksi dan hasil reaksi.
Kalor yang diserap akan dibebaskan oleh sistem menyebabkan suhu sistem berubah.
Secara sederhana kalor tersebut dapat dihitung dengan rumus : q = m. c. ∆t.
Di mana:
q = kalor reaksi (Q) m
= massa sistem (gram)
∆t = perubahan suhu (oC, K) c = kalor jenis sistem (j/g.K)
Perubahan entalpi (∆H) reaksi adalah q untuk
jumlah mol pereaksi/hasil reaksi sesuai persamaan reaksi, disertai tanaada
positif (reaksi endoterm) negatif (rekasi eksoterm).
Hukum Hess
adalah sebuah hukum dalam kimia fisik
untuk ekspansi Hess dalam siklus Hess. Hukum ini
digunakan untuk memprediksi perubahan entalpi dari
hukum kekekalan energi (dinyatakan sebagai fungsi
keadaan ΔH). Menurut hukum Hess, karena entalpi adalah fungsi keadaan, perubahan entalpi dari suatu reaksi kimia adalah sama, walaupun langkah-langkah yang digunakan untuk memperoleh produk berbeda. Dengan kata
lain, hanya keadaan awal dan akhir yang berpengaruh terhadap perubahan entalpi,
bukan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapainya. Dengan mengetahui ΔHf
(perubahan entalpi pembentukan) dari reaktan dan produknya, dapat diramalkan
perubahan entalpi reaksi apapun, dengan rumus ΔH = ΔHfP-ΔH fR.
Perubahan entalpi suatu reaksi juga dapat diramalkan dari perubahan entalpi pembakaran reaktan dan produk, dengan rumus ΔH=-ΔHcP+ΔHcR
(Wikipedia).
Hal ini menyebabkan perubahan entalpi suatu reaksi dapat dihitung sekalipun
tidak dapat diukur secara langsung. Jika suatu persamaan reaksi dikalikan (atau
dibagi) dengan suatu angka, perubahan entalpinya juga harus dikali (dibagi).
Jika persamaan itu dibalik, maka tanda perubahan entalpi harus dibalik pula
(yaitu menjadi -ΔH). dengan menggunakan hukum Hess, nilai ΔH juga dapat
diketahui dengan pengurangan entalpi pembentukan produk-produk dikurangi entalpi pembentukan reaktan.
Attikins, 1999, mengatakan banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu
reaksi kimia dapat diukur dengan menggunakan kalorimeter. Kalor dapat
diukur dengan menggunakan jalan jumlah total kalor yang disetiap lingkungan
kalor yang diserap air merupakan hasil dari perkalian antara massa, kalor jenis
dan kenaikkan suhu, sedangkan kalor yang diserap komponen lingkungan lain yaitu
tom, pengaduk, termometer, dan lain sebagainya. Merupakan hasil kali jumlah
kapasitas kalor komponen-komponen ini dengan suhu. Dari sini dapat diketahui
bahwa penjumlahan kalor dapat diterapkan melalui hukum Hess.
Menurut Hukum Hess, apabila suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai
penjumlahan aljabar dari dua reaksi atau lebih, maka kalor reaksinya juga
merupakan penjumlahan aljabar dari kalor yang menyertai masing-masing reaksi
tersebut. Jumlah aljabar panas reaksi yang dibebaskan atau diserap tidak bergantung
pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem tersebut. Jika sebuah sistem bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar
yang tetap, perubahan energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang
diberikan sebagai kalor.
Menurut Henry Hess (1840), dalam buku Rahmat, (2005: 50) mengatakan entalpi
suatu reaksi tidak tergentung pada jalannya reaksi, tetapi pada awal dan akhir
reaksi. ∆Hr = ∆H1 + ∆H2 ∆+ H3 + …
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan entalpi suatu reaksi
yang pembakaran belerang menjadi gas belerang trioksida (SO3) yang
berlangsung dalam dua tahap.
Tahap 1: S(s) + 3O2(g) → SO2(g)
+ O2(g) ∆H
= -297,5 KJ
Tahap 2: SO2 + ½ SO2(g) → SO3 ∆H = -97,9 KJ
Jika tahap 1 dan 2 dijumlahkan, maka akan diperoleh persamaan
termokimia sebagai berikut.
S(s) + 3O2(g) → SO2(g)
+ O2(g) ∆H
= -297,5 KJ
SO2 + ½ SO2(g) + ½ SO2(g) → SO3 ∆H = -97,9 KJ
C.
Alat dan Bahan
1.
Alat
-
Silinder
ukur
-
Kalorimeter
-
Gelas
kimia
-
Termometer
-
Neraca
2.
Bahan
-
NaOH
padat
-
Larutan
HCl 0,25 M
-
Larutan
HCl 0,5 M
-
Aquades
D.
Langkah Kerja
1.
Rekasi
1
a.
Dimasukan
50 ml larutan HCl 0,25 M ke dalam kalori meter dari bejana pelastik dan catat
suhunya (suhu awal).
b.
Ditimbang
1 gram NaOH padat dan catat massanya.
c.
NaOH
pada itu dimasukan ke dalam kalorimeter dan guncangkan kalorimeter untuk
melarutkan NaOH dan catat suhu yang dicapai seseudah semua NaOH larut (suhu
akhir).
2.
Reaski
2a
Dengan
cara yang sama seperi di atas, ditentukan suhu pada pelarut 1 gram NaOH ke
dalam 25 ml air.
3.
Reaksi
2b
a.
Dipindahkan
larutan NaOH dari reaksi (2a) ke dalam gelas kimia. Dimasukan 25 ml HCl 0,5 M
ke dalam gelas kimia lain. diletakan kedua gelas kimia di dalam bejana berisi
air, sampai suhu keduanya larutan itu sama. Catat sebagai suhu awal.
b.
Kedua
larutan itu kemudian dituangkan ke dalam kalorimeter guncangkan dan catat suhu
yang dicapai sebagai suhu akhir.
E.
Hasil Pengamatan
Perhitungan
Reaksi 1
Dik:
T1 HCl = 32oC
T2 HCl + NaOH = 38oC
Massa HCl = 50 ml
Massa jenis HCl = 3,98
Dit: Q?
Jawab:
Q = m . c . ∆t
= 50 . 3,98
(38-32)
= 1194 J
1,194 kJ
Reaksi 2
Dik:
T1 HCl = 30oC
T2 NaOH + H2O = 36oC
Massa H2O = 25
Dit: Q?
Jawab:
Q = m . c . ∆t
Q = m . c . ∆t
= 25 . 4,18 .
(36-30)
= 627 J
= 0,627 kJ
Reaksi 3
T1 H2O + HCl = 32oC
T2 NaOH + H2O + HCl = 33oC
Massa H2O = 50 ml
Dit: Q?
Jawab:
Q = m . c . ∆t
= 50 . 3,98 .
(33-32)
= 199 J
= 0,199 kJ
Grafik
F.
Pembahasan
Banyaknya kalor yang dihasilkan dalam suatu
reaksi kimia dapat diukur dengan menggunakan kalorimeter. Apabila suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai penjumlahan aljabar
dari dua reaksi atau lebih, maka kalor reaksinya juga merupakan penjumlahan
aljabar dari kalor yang menyertai masing-masing reaksi tersebut. Jumlah aljabar panas reaksi yang dibebaskan
atau diserap tidak bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir sistem
tersebut. Pada praktikum Hukum Hass bertujuan untuk bagimana mengetahui
prinsip dari percobaan Hukum Hass dan membuktikan pada perubahan entalpi hanya
bergantung pada kedua suhu awal dan keadaa akhir sistem dan tidak bergantung
jalannya reaksi. Praktikum ini dilakukan dengan tiga kali percobaan.
Untuk pemembuktian tersebut dilakukan melalui percobaan padatan NaOH 1 gram
dilarutkan denga HCl, yang sebelumnya dicatat suhu awal HCl sebelum dimasukan
NaOH. Untuk menunjukkan keadaan akhir reaksi, dimana dalam jalannya reaksi ini
diabaikan. Hukum Hess telah dibuktikan melalui percobaan ini, ketika
pencampuran berlangsung ditunjukkan keadaan senyawa reaksi NaOH dengan HCl
yaitu adanya asap dan berbuih, dan terjadi kenaikan suhu menjadi 6oC.
Keadaan awal NaOH padat setelah reaksi menghasilkan produk NaCl(aq)
dan H2O(l).
NaOH(s) + HCl(aq) → NaCl(aq) +
H2O(l)
Senyawa NaOH dan HCl adalah senyawa yang mudah diamati perubahan entalpinya
untuk pembuktian percobaan hukum hess. Reaksi yang berlansung pada larutan
tersebut adalah reaksi endoterm, yaitu menerima kalor, hal tersebut dapat
diketahui dari harga kalor yang diserap reaksi positif, yaitu 1194 J yang menunjukan tanda negatif.
Pada rekasi kedua tidak jauh beda, akan tetapi hal yang pertama adalah
menggunakan air dan NaOH, bisa disebut sebagai reaksi pertama (2a), ketika
reaksi berlangsung terjadi kenaikan suhu dari 30oC-36oC. Dan
pada saat besamaan larutan HCl di masukan ke gelas kimia lain. Setelah itu
kedua larutan tersebut diletakan di dalam bejana berisi air agar suhu kedua
larutan tersebut sama. Sebab apabila suhu
keduanya berbeda maka terjadi dua perubahan kalor yaitu perubahan kalor reaksi
dan perubahan kalor campuran dengan suhu yang berbeda. Setelah kedua dicampur
pada kalorimeter terjadi kenaikan suhu hanya 1oC dengan harga kalor
yang diterima ialah 199 J. Hal
tersebut terjadinya reaksi endoterma, karena nilai harganya ∆H positif.
G.
Kesimpulan
Dari praktikum di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.
Hukum Hess menyatakan bahwa entalpi
suatu reaksi tidak tergantung pada jalannya reaksi, tetapi tergantung pada
keadaan awal dan keadaan akhir reaksi.
2.
Larutan NaOH dan HCl dalam percobaan menghasilkan asap
dan suhu yang sama sesuai dengan bunyi Hukum Hess.
3.
Entalpi reaksi NaOH dan HCl bernilai positif karena
reaksinya bersifat endoterm.
Referensi:
Attkins, P. W.. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Fraington, dkk. 1987. Kimia Fisik.
Jakarta: Erlangga
Kartimi,
2014. Panduan Praktikum Kimia Dasar 2. Cirebon: Pusat Laboratorium
IAIN Syekh Nurjati.
Rahmat.
2005. Kimia. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar